top of page

Bahasa Indonesia dan English Logat nDeso ~ Renungan di Bulan Bahasa ~

Tiap bulan Oktober, bahasa jadi primadona. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mendapat perhatian khusus. Banyak kegiatan dan program peningkatan kualitas berbahasa Indonesia, untuk menjaga kedaulatan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang diikrarkan dalam teks Sumpah Pemuda.

Meskipun penggunaan bahasa Indonesia cenderung tergusur oleh pemakaian bahasa asing, bahasa Indonesia masih tetap memegang fungsinya sebagai sarana komunikasi yang menyatukan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pengutamaan bahasa Indonesia sebagai identitas nasional bukan hanya tugas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa/BPPB, melainkan juga tugas seluruh rakyat Indonesia (Beranda BPPB).


Sebetulnya, bahasa Indonesia bukan hanya tergusur oleh bahasa asing, tetapi juga oleh salah kaprah penempatan kata yang tidak tepat, tapi dibudayakan oleh para tokoh yang sering bicara di ruang publik. Salah satunya adalah pemakaian kata “daripada”. Ada baiknya, ditelisik sejarah membudayanya kesalahan pemakaian kata daripada, seolah telah menjadi virus yang menjangkiti semua orang ketika berbicara di forum resmi. Saya pun merenung, jangan-jangan saya juga ketularan ‘daripada’ virus ini tanpa saya sadari :D


Itu baru satu dari banyak sekali kesalahan pemakaian kata yang tidak tepat tapi membudaya. Belum lagi masalah campur aduk bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang serasa telah menjadi bahasa kedua dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Inggris sebagai bahasa international sudah merasuk dalam semua lini kehidupan.


Dalam percakapan sehari-hari, lidah kita sudah terbiasa berbahasa Indonesia campur bahasa Inggris, terutama pada masyarakat perkotaan. Telinga kita juga sudah biasa mendengar bahasa gado-gado alias bahasa gaul, baik secara lisan maupun bahasa tulis di jejaring sosial. Dan semua fine-fine aja, kecuali –mungkin- para peneliti linguistik yang puyeng mikirin bahasa Indonesia yang terkontaminasi dan pleonasme.


Selain dalam percakapan, dalam tulisan-tulisan resmi berbahasa Indonesia, baik dari instansi pemerintah, swasta, dan berbagai institusi resmi, banyak kata-kata bahasa Inggis yang menyatu dalam kalimat-kalimat bahasa Indonesia. Salah satunya adalah kata “stakeholder” yang sering muncul dalam tuturan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan. Padahal kita punya padanan yang tepat untuk itu, yakni “pemangku kepentingan”.


Bahasa Inggris seolah identik dengan moderen, atau identik dengan sesuatu yang serba wah”, intelek, high society atau masyarakat kelas atas. Maka, tak heran jika masyarakat kontemporer – termasuk saya - berusaha dapat lancar berbahasa Inggris sefasih mungkin. Bahkan berupaya “senam lidah” agar terdengar seperti bule penutur asli.


English Logat nDeso


Menyadari pentingnya penguasaan bahasa Inggris di era global ini, kami sekeluarga juga berupaya berkomunikasi dalam bahasa Inggris setiap hari. Termasuk para deputi di rumah ikut belajar dan mempraktekkan bahasa Inggris dengan saya sejak saya masih sekolah dasar. Namun, logat daerah yang kental tak bisa lepas dari lidah mereka, baik saat berbahasa Indonesia maupun ketika berbahasa Inggris.


Contohnya, saat saya di dapur dan ada panci panas, mbak deputi selalu mengingatkan seperti ini “Dik Nilam, don’t touch nggih…” . Atau mbak yang lain asal Cilacap dengan logat ngapak yang kental, tiap sore selalu mengusik keasyikan saya bermain “Dik Nilam, come on, take a bath. Hurry up, daddy- ne sedelok maning mulih…”.


Logat ibu saya dalam berbahasa Inggris juga sama dengan para asistennya, medok pol. Ia bercerita, pada suatu Lebaran saat di Hongkong sedang mencari tempat sholat Ied, ia bertanya pada serombongan wanita yang kelihatannya juga hendak sholat Ied, “Execuse me, are you Indonesian?”. Tak disangka, mereka serempak menjawab “Nggiiiih… (yaaa..)”. Doi kaget, dan dalam hatinya berkata “Kok do ngerti yen aku wong Jowo… (kok mereka tahu kalau saya orang Jawa)”.


Kisah lain adalah kerabat keluarga yang sangat pede berdebat dalam forum- forum international dengan bahasa Inggris medok abis plus ciri khasnya seperti ini “Lho lha iya… that’s why I told you yesterday…” . Kerabat ayah saya juga tak lepas dari aksen Minang totok dalam berbahasa Inggris, yang selalu ada kata “do…” di ujung kalimat. Misalnya kalimat “Ndak ba’a do… (tidak apa-apa)” bisa menjadi “No problem at all do….”.


Kenangan lain yang tak kalah lucu, adalah pengalaman saat saya masih sekolah menengah pertama. Tiap akhir pelajaran bahasa Inggris, bu guru selalu mengucapkan “Thank you por your attention” dengan dialek Sunda yang kental. Kami sekelas selalu menjawab serentak “I lop you pull buuu….”. Bu guru kami yang baik itu tak marah, paling-paling berseru “Hush! Cicing! (diam!)” sambil berlalu keluar kelas. Sumpah, semua kisah itu betul-betul kisah nyata alias true story :D.


Berhubung di rumah selalu mendengar percakapan English logat ndeso, maka seiring bertambahnya usia, saya mulai bergabung dengan komunitas- komunitas ekspatriat lintas bangsa, dengan tujuan memperlancar bahasa Inggris saya. Ketika itu, saya juga berfikir bahwa bahasa Inggris yang baik dan keren adalah berbahasa Inggris dengan logat seperti penutur aslinya, apakah itu American English atau British English.


Tapi ternyata, kawan-kawan ekspatriat lintas bangsa itu berbahasa Inggris dengan logat asal daerah/negara mereka masing-masing, tanpa bersusah payah berusaha berdialek seperti penutur asli. Baik yang dari Jepang, yang dari Singpura, China, Afrika, Timur Tengah, Eropa, Amerika Latin, Australia dan lain-lain, ketika bicara dalam bahasa Inggris, kita bisa menebak dari mana asal negara mereka.


Sejak itu saya sadar, dan mulai berbahasa Inggris apa adanya dengan lidah asli Indonesia, yang penting pronunciation/pengucapannya tepat. Rupanya, memang perlu menyelaraskan pikiran dan lidah dalam berkomunikasi di forum-forum resmi. Kalau berbahasa Indonesia ya fokus berbahasa Indonesia yang baik seperti yang diajarkan sejak di bangku sekolah dasar. Kalau berbahasa Inggris yang berbahasa Inggris yang baik, walaupun dengan logat ndeso. Mau British English kek, American English kek, yang penting bener. Lain halnya ketika berbicara dalam pergaulan sehari-hari, baik lisan maupun tulisan di jejaring sosial. Cekidot gan, no problem at all do…


Logat Daerah, Suatu Identitas


Di bulan bahasa ini juga banyak diselenggarakan seminar-seminar tentang upaya melestarikan bahasa daerah yang terancam punah. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan keragaman etnik, budaya, dan bahasa, memiliki 442 bahasa daerah (BPPB 2008). Sayangnya, daya hidup bahasa daerah terancam punah, terutama di wilayah-wilayah urban. Selain itu, tuntutan komunikasi di berbagai bidang: ekonomi, sosial, politik, dan iptek, suka tak suka memang turut memarjinalkan bahasa daerah.


Mempertahankan dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional, menurut saya, juga bagian dari bela negara. Karena kepunahan bahasa sama dengan kepunahan sebuah peradaban; kehilangan sejarah masa lalu leluhur kita, kehilangan seni budaya tradisi, dan kehilangan jati diri dari daerah mana kita berasal.


Jadi, jika anda berlogat Jawa ngapak dan sedang kesal dengan pacar, jangan ragu bilang begini “Honey, why do you make me upset koyo kiyek… huh!”. Andai kekasih anda bule, bisa jadi malah terpesona dengan aksen unik anda, dan dalam hatinya berkata “Auuw, what a lovely accent… like it beb…”. Paling-paling, jika ada ahli sosiolinguistik yang kebetulan mendengar kata-kata anda, akan ngelus dada :).


Akhirulkalam, berbicara dalam bahasa Inggris, nggak perlu senam lidah dan capek-capek mendekin lidah agar terdengar seperti bule penutur asli. Biarkan aksen daerah anda menjadi identitas anda dalam pergaulan nasional maupun internasional. Malah bisa jadi tren “produk lokal go mancanggih to?.


Nilam Zubir

Mahasiswa FHUI 2014


Depok, 28 Oktober 2015.



Recent Posts 
Sway - Michael Buble
00:00 / 00:00

Mahasiswa, MC & P4: Penulis, Penari, Presenter, merangkap Pedagang :D

About Me
Connect
  • Twitter.png
  • Linkedin.png
  • Facebook.png
bottom of page