top of page

Kebaya, Nasionalisme, dan Dugem



Menelusuri sejarah asal mula kebaya dan perkembangannya dari masa ke masa, sungguh menarik dan membuka wawasan tentang filosofi dibalik kebaya, jarik, kemben, dan setagen. Ternyata begitu dalam nilai-nilai luhur dibalik sepotong baju bernama kebaya dan kelengkapannya, yang bagus untuk dijadikan tuntunan hidup, bukan hanya untuk kaum perempuan, tetapi juga untuk kaum lelaki dan para pemimpin negara.


Kebaya terbentuk dari proses akulturasi budaya lintas bangsa dalam bentuk pakaian, yang terjadi akibat hubungan perdagangan di bumi Nusantara sejak berabad-abad yang lalu. Kebaya dan kain jarik kemudian menjadi pakaian tradisional kaum perempuan, khususnya di pulau Jawa. Di berbagai daerah di Indonesia, kebaya dengan ciri khas tiap daerah juga umum dipakai para perempuan, dipadukan dengan kain atau sarung khas tiap wilayah. Karena busana juga bagian dari budaya sebuah bangsa, maka dalam perkembangannya, kebaya ditetapkan oleh Presiden Soekarno sebagai busana nasional, yang menjadi identitas wanita Indonesia.


Fungsi kebaya bukan sebatas penutup badan, tetapi memiliki makna lain tentang ajaran perilaku baik. Kebaya dan kelengkapannya merupakan simbol keanggunan wanita, lemah lembut, dan penuh pengabdian pada keluarga. Jarik, kain batik ukuran kira-kira 2,5 m x 1,1 m utuh bukan sambungan, dimaknai sebagai simbol bahwa perempuan harus bisa menjaga kesucian dan martabat dirinya, serta membatasi gerak langkah perempuan agar selalu gemulai. Cara memakai jarik pada acara resmi, salah satu ujung yang akan tampak depan di-wiru (dilipat seperti kipas). Wiru, singkatan wiwiren aja nganti kleru, maknanya manusia harus pandai memilih dan memilah segala urusan kehidupan jangan sampai keliru dan menimbulkan kegaduhan yang memicu kreatifitas pencipta meme-meme kocak.



Kemben berfungsi sebagai penutup dada. Jadi para perempuan juga bisa ikut meneriakkan jargon patriotik Bung Karno di masa revolusi “Ini dadaku!, mana dadamu?”. Kemben ini mungkin juga jadi inspirasi pencipta tank top di zaman moderen. Setagen atau ikat pinggang panjang dari kain, berfungsi sebagai pengikat kain jarik di perut, dikiaskan sebagai ‘dowo ususe/panjang ususnya’ alias perempuan harus selalu panjang sabar, walaupun cowoknya nyebelin harus teteup sabaaaar . Paham ini kemudian banyak ditentang oleh para perempuan pejuang kesetaraan gender, yang menyimpulkan bahwa filosofi indah seputar kebaya dan kelengkapannya, cuma akal-akalan kaum pria zaman dulu untuk mengekang, membatasi hak dan gerak wanita, agar hanya sebatas wilayah domestik rumah tangga saja :D


Terlepas dari kontroversi tentang makna kebaya dan jarik, wanita tampil memakai kebaya memang jadi tambah cantik dan anggun. Kebaya seolah memiliki daya yang dapat mengubah penampilan wanita menjadi penuh pesona yang sulit didefinisikan. Mungkin karena kelengkapan kebaya juga memiliki keindahan masing-masing, seperti: sanggul/gelung/konde berhiaskan bunga dan tusuk konde yang cantik, aneka perhiasan, bros, tas kecil, selop, selendang, dan kain jarik batik dengan motif-motif yang indah.



Kain jarik motif batik klasik juga memiliki makna. Batik motif Sidomukti mengandung arti dan harapan agar pemakainya bisa hidup mukti atau berkecukupan -cukup satu turunan, tak perlu tujuh turunan-. Motif Sidomulyo yang memakai bisa hidup mulya, Sidoluhur yang memakai akan hidup luhur dan seterusnya. Kebanyakan batik klasik namanya memakai kata “sido” yang berarti jadi/menjadi. Di era ekonomi kreatif sekarang, kita bisa mengembangkan kreatifitas dalam melestarikan warisan leluhur, sesuai dengan kegemaran/passion masing-masing. Misalnya, bagi yang demen dagang emas, selain bisa membeli planet pribadi juga bisa membuat batik pribadi dengan motif emas batangan pake bunga-bunga, trus diberi nama “sidokinclong”. Bagi para penyayang binatang, juga bisa membatik sendiri dengan motif binatang kesayangannya; seperti kucing, lalu batik karyanya diberi nama “sidocaty”, jangan “sidomeong” :D. Buat pecinta segawon/gukguk, batik karyanya yang bermotif puppy bisa diberi nama “sidodogy”, jangan “sido-njegog” :P (*njegog–bahasa Jawa=menggonggong).


Selain berfungsi sebagai pakaian, di berbagai daerah jarik juga multi fungsi, bisa dipakai untuk menggendong apa saja, mulai dari menggendong bakul/keranjang sampai menggendong anak sambil nyanyi “Tak gendong, kemana-mana….”. Kalau ibu-ibu di daerah Jawa Tengah sambil menyanyi “Tak Lelo Lelo Ledung” lagu lullaby, yang syairnya berisi harapan dan doa ibu, agar anaknya kelak bisa hidup mulya, menjunjung nama orang tua, bangsa, dan negara. Maka, filosofi jarik idealnya juga dipakai sebagai tuntunan hidup semua orang. Karena waktu kecil kita semua pasti digendong ibu pakai jarik sambil ditimang dengan nyanyian dan doa, bukan digendong mbah Surip… :D



Nasionalisme di Balik Kebaya dan Jarik


Perempuan berkebaya bukan hanya tampak anggun dan jelita, bahkan secara tak langsung merupakan manifestasi nasionalisme pemakainya. Tapi bukan berarti perempuan yang pakai jeans lalu tidak nasionalis. Ini dalam konteks busana nasional, kebaya yang menjadi identitas perempuan Indonesia juga bisa tampil keren dan bergengsi, tak kalah dengan tampilan busana nasional dari negara lain saat dipakai di forum-forum internasional. Apalagi sekarang banyak perancang busana ternama seperti Anne Avantie, Andre Frankie, Ajie Notonegoro, Dhea Panggabean, Amy Atmanto, dan lain lain, yang mengangkat kebaya menjadi high fashion.



Kebaya tentu dipakai oleh wanita, dan wanita adalah tiang negara. Peran wanita sangat besar dalam menanamkan nasionalisme sejak dini dari rumah, yang kelak akan menciptakan generasi penerus yang cinta tanah air. Nasionalisme dari balik kebaya justru nasionalisme dalam ajaran-ajaran sederhana yang nyata dalam budi pekerti baik, yang diturunkan oleh para ibu kepada anak-anaknya secara turun temurun dari generasi ke generasi.


Sekarang mulai tumbuh kesadaran untuk membudayakan kebaya di kalangan pelajar dan mahasiswa. Di Balikpapan, diadakan lomba berkebaya antar sekolah di Hari Kartini, dengan tujuan menumbuhkan nasionalisme dan cinta tanah air (Balikpapan Pos, 20 April 2015). Sebuah langkah yang patut diapresiasi, dan bisa menginspirasi wilayah lain di Indonesia. Mungkin perlu tambahan kreatifitas dari para penggagas acaranya, untuk mengubah stereotip bahwa kebaya itu ribet, jadul, berbahan brokat yang gatel di kulit, lagunya cuma keroncong dan langgam Jawa, yang video klip-nya kebanyakan di Taman Mini Indonesia Indah atau di rumah-rumah joglo. Coba bikin video klip anak gaul berkebaya modis dari bahan yang nyaman, dengan lagu Dandang Gulo-nya Maroon 5... "Sugar... yes please, won’t you come and put it down on me..."


Kebaya memang bukan pakaian sehari-hari. Biasanya, para wanita baru berkebaya pada saat-saat tertentu seperti: menghadiri pesta pernikahan, pesta khitanan, acara-acara resmi kenegaraan, acara-acara peresmian, perayaan Hari Kartini, atau wisuda. Untuk urusan berkebaya, spontanitas yang terbayang adalah betapa ribetnya proses persiapan dan selama memakainya. Apalagi kalau membayangkan jika kebelet pipis… Tapi tak usah galau sist, sekarang sudah banyak inovasi kain jarik berbentuk rok span panjang pakai retsluiting :).


Dari begitu banyak pelajaran hidup di balik kebaya, rasanya layak kita memberi penghormatan kepada para perempuan zaman dulu yang teguh berbusana kebaya, walau ribet dan tidak praktis. Salah satu tokoh wanita Indonesia yang konsisten berbusana kebaya sebagai identitas nasionalnya adalah almarhumah Ibu Tien Soeharto. Ibu Tien begitu identik dengan kebaya, bahkan bisa bermain bowling dengan santai saat mengenakan kebaya. Kata orang-orang tua yang jadi referensi tulisan ini, ketika sesekali ada foto Ibu Tien mengenakan busana bukan kebaya beredar di media, publik malah pada pangling.


(Sumber: Foto Jadul–Facebook, 24 Nov 2015)

Ucul Jarik dan Dugem


Berkebaya dan berkain jarik pada tiap keluarga memiliki cara dan kiat tersendiri. Kebiasaan turun temurun dalam keluarga ibu saya, saat jarik’an/berkain jarik diwajibkan memakai kathok dowo/celana panjang (zaman sekarang celana legging). Dengan memakai legging dalam jarik, jika mendadak ada kondisi darurat, kita bisa ucul jarik/melepas kain. Makna filosofis dari ucul jarik adalah, perempuan juga bisa terampil dan trengginas dalam kondisi darurat. Orang Jawa bilang cancut taliwondo, artinya kira-kira singsingkan lengan baju atau singsingkan jarik :). Kondisi darurat itu antara lain: (1) Maju ke garis depan, dari fitrah umum perempuan di garis belakang -mengurus wilayah domestik/rumah tangga-. Garis depan dalam masa revolusi adalah, maju ke kancah perang; (2) Melindungi anak dan keluarga dari berbagai ancaman yang membahayakan, baik secara fisik, mental, finansial, dan sosial; (3) Membela harkat, martabat, dan nama baik keluarga dari gangguan internal maupun eksternal (Ucul Jarik, Nina Hermawan, 2014).


Jadi, dengan memakai celana panjang dalam jarik, perempuan di masa revolusi bisa ucul jarik langsung nyemplak naik kuda ikut perang melawan penjajah seperti Nyi Ageng Serang dalam foto ini.


Ucul jarik di zaman clubbing culture lain lagi serunya. Clubbing kini menjadi gaya hidup anak muda di kota-kota besar di Indonesia. Banyak acara digagas untuk ajang kumpul-kumpul seperti college party, valentine's day, halloween, tahun baru dan lain-lain. Jika sista kebetulan harus berkebaya dan pada hari yang sama ada acara dugem, jangan gusar. Ini tips-nya. Siapkan mini dress, blus panjang atau tunik yang cocok dipadukan dengan legging. Trus siapkan scarf modis yang sesuai/matching dengan tuniknya. Setelah acara berkebaya selesai, sista bisa cari hotel mewah buat numpang ke peturasan (di lobi hotel biasanya ditulis ‘rest room' atau 'powder room’ :), untuk ucul jarik dan ucul konde. Scarf dipakai untuk nutupin rambut yang disasak, karena meluruskan sasakan rambut perlu waktu lama. Nah, jika acara berkebaya udah kelar, sista tetap bisa ‘shake n movin’ …yeaayy…



Setelah membaca banyak sekali referensi tentang sejarah asal usul kebaya, jarik dan kelengkapannya, serta ajaran yang terkandung dalam filosofinya, kalau dipikir-pikir, sebetulnya semua petuah itu bukan hanya ditujukan untuk perempuan, tapi juga untuk laki-laki. Kiasan dalam filosofi jarik untuk membebat tubuh perempuan itu maksudnya agar kita tidak mudah menyerahkan harkat dan martabat kita untuk kepentingan sesaat, apalagi untuk kepentingan sesat. Karena sejatinya tanah air Indonesia itu dipersonifikasikan pada sosok perempuan, sosok ibu yang memberi kehidupan, maka negeri kita disebut Ibu Pertiwi, bukan Bapak Pertiwi. Jadi para bapak harus ikut menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Ibu Pertiwi. Nasionalisme bapak-bapak bukan harus ditunjukkan dengan pake kebaya dan jarik, cukup dibuktikan dengan “tidak jadi cowok gampangangitu loh :P. . . #sabdaibu



Depok, 8 Desember 2015

(Didedikasikan untuk Hari Ibu)


Nilam Zubir


~ Sumber Foto Hitam Putih: Buku Tanah Air Kita - W. Van Hoeve ~


Recent Posts 
Sway - Michael Buble
00:00 / 00:00

Mahasiswa, MC & P4: Penulis, Penari, Presenter, merangkap Pedagang :D

About Me
Connect
  • Twitter.png
  • Linkedin.png
  • Facebook.png
bottom of page