top of page

Fun Writing ~ Proses Kreatif Menulis

  • nilamzubir
  • Jan 29, 2016
  • 4 min read

Menulis adalah hal biasa. Tiap orang , tiap hari, pasti ada kegiatan menulis, menulis sedikit atau menulis banyak. Dari hal biasa, bisa kita ubah menjadi kebiasaan, bahasa keren-nya ‘membudayakan’. Menulis apa yang kita alami, apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, jauh lebih menyenangkan ketimbang menulis tugas-tugas sekolah dan tugas-tugas kuliah. Apalagi tugas berlembar-lembar halaman yang diwajibkan menulis dengan tangan, sampai ruas ujung jari tengah jadi kapalan :P.


Menulis buku, berawal saat aku menulis ulang rekaman hasil wawancaraku dengan para pejabat tinggi negara untuk program TV Swara Anak. Umurku 10 tahun waktu itu, kelas 4 SD. Kebetulan saat itu ada program Aku Cinta Bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa (sekarang Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa). Naskahku diikut-sertakan dalam program ACBI. Pak Dendy Sugono, Kepala Pusat Bahasa waktu itu, ikut mengoreksi naskahku. Penempatan titik, koma, dan pemakaian kata yang tidak tepat, dikoreksi dengan spidol merah, untuk aku perbaiki dan dikembalikan lagi, dikoreksi lagi, diperbaiki lagi, entah sampai berapa kali baru diterima. Proses bolak-balik perbaikan naskah itu menjadi pelajaran berharga, bagaimana menulis dengan struktur kalimat yang baik, ketrampilan memilih diksi, dan penggunaan bahasa Indonesia yang benar -walaupun aku sering memakai bahasa gaul dalam buku-bukuku selanjutnya :D-. Setahun kemudian, 8 Maret 2007, buku pertamaku diluncurkan di hotel Borobudur Jakarta. Disponsori Bank Mandiri, Telkom, Garuda Indonesia, dan Antam.


Buku kedua, terinspirasi setelah aku membaca buku “The Diary of Anne Frank”, gadis remaja yang menulis dalam penderitaan, dalam persembunyian semasa Perang Dunia II. Sementara aku hidup dan tumbuh dalam rumah yang nyaman di negeri damai. Aku pun lalu ikut-ikutan menulis “The Diary of Nilam Zubir”. Isinya tentang proses kreatif menulis, pengalaman jadi presenter & reporter Selamat Pagi Ceria di Trans7, ikut berperan di FTV, sekolah, main di sawah tiap sore, kisah sanggar belajar anak-anak pemulung di rumah, dan kisah tentang betapa bete-nya ngerjain tugas di dapur, metikin toge… #gakpentingabis. Buku ini diterbitkan Balai Pustaka, yang kebetulan juga sedang punya program Goresan Pena Si Kecil. Sejak itu aku demen baca buku-buku karya pengarang-pengarang kaliber dunia, antara lain; serial Winnetou karya Karl May, tetralogi Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, serial Harry Potter karya J.K. Rowling, Menjadi Indonesia karya Parakitri T. Simbolon, dan ratusan komik serta novel-novel teenlit… Buku kedua ini diluncurkan 6 April 2009 di hotel Sahid Jaya Jakarta. Disponsori oleh Perpusnas, Bank BRI, Binus University, Institut Lembang9, serta Majalah Ibu & Anak – Fajar Media Group.


Ketika aku dan kedua kakakku belajar usaha kuliner, kebiasaan menulis terus berlanjut. Bukan cuma menulis catatan harian, tapi juga menulis catatan belanja bahan makanan minuman untuk jualan, yang menjadi bagian tugasku tiap hari, setelah mengerjakan tugas-tugas sekolah. Tiap akhir pekan, aku ikut belanja ke pasar Pondok Labu, ikut andil mengurus aktifitas usaha, termasuk menjadi pelayan. Itu melatih kemampuan teknis, selain kemampuan jadi kreator dan inovator. Ibuku ngajarin melatih diri untuk jadi ‘the Jack of all trades’ alias bisa sapujagat rangkap jabatan: jadi owner merangkap pelayan, jadi direktur merangkap OB :).


Semua pengalaman dan suka duka itu aku tulis dan diterbitkan menjadi buku ketiga dengan judul “Kecil-kecil Jadi Pengusaha, a Gokil Story”. Diluncurkan 2 Mei 2011 di Wisma Antara Jakarta, atas dukungan Perum LKBN Antara.


Buku keempat berjudul “Kecil-kecil Jadi Wayang, Another Gokil Story” kisah tentang pengalaman main wayang orang. Saat itu selesai ujian SMP, menunggu mulai sekolah SMA adalah masa libur yang panjang banget, 3 bulan lebih. Atas saran ibuku, agar ikut melestarikan budaya, aku magang di padepokan Wayang Orang Bharata di kawasan Senen Jakarta Pusat. Kebetulan lagi, waktu itu Paguyuban Wayang Orang Bharata sedang melakukan regenerasi dengan mengadakan pentas Tunas Bharata dalam rangka HUT ke 40, yang dimainkan oleh putra-putri pemain wayang orang Bharata. Aku ikut menjadi salah satu pemain. Proses latihan dan bergaul selama 4 bulan dengan komunitas seniman wayang orang itu, memicu rasa ingin tahu lebih jauh tentang seluk beluk wayang dan filosofinya, hingga wayang mendapat penghargaan warisan budaya dari UNESCO.


Om Ninok Leksono - Redaktur Senior KOMPAS – yang juga sesekali ikut main wayang orang di W.O. Bharata, ngajarin tentang jurnalisme partisipatif. Beliau juga berkenan menulis endorsement untuk back cover buku another gokil story ini. Buku ini diluncurkan 18 September 2011 di Museum Wayang Jakarta, atas dukungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.


Buku kelima berjudul “The Other Side of Bali, Jejak Sejarah di Pakerisan” terinspirasi dari rasa penasaran tentang Pura-pura kuno di sepanjang jalur sungai Pakerisan, yang juga mendapat penghargaan UNESCO. Yang memotivasi dan menjadi mentor adalah om Enong Ismail, mantan wartawan, fotografer senior dan sesepuh Soekarno Center yang mukim di dusun Panempahan, Bali. Buku ini juga bagian dari praktek fotografi jurnalistik dan pelatihan jurnalistik yang kupelajari di LPJA Antara. Diluncurkan 2 Mei 2013 di PPIA atas dukungan PPIA/Perhimpunan Persahabatan Indonesia Amerika. Selama mengumpulkan referensi dan observasi dengan mondar-mandir Jakarta-Bali, banyak pelajaran-pelajaran menakjubkan dari masa lalu para leluhur di Bali dan hubungannya dengan Jawa, kisah awal masuknya dinasti Warmadewa ke Nusantara pada abad ke-VI dengan tidak menjajah, tapi dengan proses pembauran kultur budaya. Pantesan, Bung Karno bilang ‘jangan lupakan sejarah’. Sejak itu, aku mulai gemar menelusuri sejarah kejayaan Nusantara.


Selain menulis buku, aku juga menulis makalah saat menjadi narasumber di berbagai acara. Menulis note, menyikapi trending topics di sosial media juga menjadi selingan yang menyenangkan. Untuk teknik menulis dan fotografi yang baik, selain ikut pelatihan jurnalistik di LPJA Antara, aku juga rajin berguru kemana-mana. Beruntung banyak wartawan-wartawan senior - dari yang tua, setengah tua, dan seperempat tua - yang dengan senang hati membimbingku, menjadi mentorku. Salah satunya adalah wartawan sepuh almarhum bapak Rosihan Anwar, yang mengajariku teknik wawancara yang baik.


Menulis bisa jadi kegiatan yang menyenangkan. Apalagi kalau yang kita tulis bisa bermanfaat buat orang banyak dan enak dibaca. Untuk bisa menuliskan bacaan yang bermanfaat ya harus banyak membaca. Dengan terbiasa menulis, kita bisa mengungkapkan ide-ide kreatif yang dapat menginspirasi pembaca. Bahkan hal sepele dan biasa dalam kehidupan sehari-hari, bisa diolah menjadi bacaan yang bagus dengan kreatifitas menulis. Mengikuti jejak Romo Sindhunata, untuk tulisan yang “berisi” perlu terjun ke lapangan, ikut merasakan denyut kehidupan obyek yang akan ditulis, bukan hanya berdasarkan riset pustaka dan wawancara semata. Selain buku, sekarang sangat banyak media yang bisa kita pakai untuk mempublikasikan karya tulis: ada blog, sosial media, dan lain lain.


Kini, setelah menjadi mahasiswa, aku sedang menyiapkan penulisan buku-buku lagi. Tentu tulisan kali ini harus lebih serius – sedikit slengekan bolehlah -, harus lebih berbobot, berimbang, dengan pesan moral yang harus disampaikan dengan cerdas, cantik, dan tidak menggurui. Buku-buku yang sedang kusiapkan, masih dalam format non fiksi populer. Banyak yang bertanya, kapan aku akan menulis novel. Jawaban pakem untuk sohib-sohib bahagiaers adalah “Ntarkalo gw udah toku..." :P


So, keep writing guys… :)


Depok, 20 Mei 2015


Nilam Zubir


 
 
 

Komentáře


Recent Posts 
!
Sway - Michael Buble
00:00 / 00:00

Mahasiswa, MC & P4: Penulis, Penari, Presenter, merangkap Pedagang :D

About Me
Connect
  • Twitter.png
  • Linkedin.png
  • Facebook.png

© 2023 by Make Some Noise. Proudly created with Wix.com

  • Facebook Clean Grey
  • Instagram Clean Grey
  • Twitter Clean Grey
  • YouTube Clean Grey
bottom of page